Home Budaya Ini Alasan Ider Bumi, Using Banyuwangi DiLaksanakan

Ini Alasan Ider Bumi, Using Banyuwangi DiLaksanakan

3417
0
SHARE
Info Budaya Indonesia Mitos Buyut Cili (Image Merdeka com)
Info Budaya Indonesia Mitos Buyut Cili (Image Merdeka com)

Info Budaya : Istilah ider bumi berasal dari kata ider dan bumi. Ider yang berarti beredar atau berputar yaitu berjalan mengelilingi, sedangkan bumi (bumi) yang berarti tanah dasar.28 Dengan demikian ider bumi artinya mengelilingi bumi, yang dimaksudkan adalah kegiatan mengelilingi seluruh wilayah desa, yaitu daerah yang menjadi tempat hunian dan tumpuan pencaharian hidup sekelompok manusia.

Info Budaya Indonesia Mitos Buyut Cili (Image Timurjawa com)
Info Budaya Indonesia Mitos Buyut Cili (Image Timurjawa com)

Kegiatan ider bumi sangat lazim ditemukan dalam kehidupan masyarakat Using Banyuwangi. Penyelenggaraan ider bumi selalu dilakukan dalam bentuk arak-arakan atau pawai dengan mengarak sesuatu, dapat berupa benda-benda sesaji seperti tumpeng, pakaian, peralatan senjata/pusaka, dan yang paling sering adalah arak-arakan pertunjukan kesenian.

Baca : Keutuhan Keluarga dan Goa Margo Tresno

Arak-arakan ider bumi biasanya juga dilakukan dalam rangka penyelenggaraan upacara selamatan desa atau upacara bersih desa, yaitu suatu tradisi selamatan desa secara adat yang pada umumnya diselenggarakan setahun sekali.

Tradisi selamatan desa hampir ada di seluruh daerah di Nusantara, dan di pulau Jawa terutama dilakukan oleh masyarakat yang berlatar belakang petani atau nelayan. Tentang waktu penyelenggaraan (bulan, hari, tanggal), dan tata cara pelaksanaannya tidak selalu sama di masing-masing desa.

Info Budaya Indonesia Barisan kelompok aparat Desa Kemiren sebagai peserta prosesi ider bumi (Foto: Eko Wahyuni Rahayu)
Info Budaya Indonesia Barisan kelompok aparat Desa Kemiren sebagai peserta prosesi ider bumi
(Foto: Eko Wahyuni Rahayu)

Mengenai asal mula adanya upacara ider bumi di Desa Kemiren menurut sumber yang ada, baik secara lisan maupun tertulis menyebutkan sebagai berikut.

Mbeneri ring deso Kemiren waktu iku rakyate pada diserang wabah penyakit kang diarani penyakit pagebluk (blindheng). Sampek-sampek rakyat Kemiren turune pada ngumpul krana wedi diserang penyakit iki mau. Isuk lara sore mati, sore lara esuk mati.

Waktu kala semana uga para tani sawahe akeh kang pada diserang tikus, tekane pada nyang penyakit pageblug mau. Terus salah suwijine uwong tuwhek ono kang njaluk tulung nyang kuburan Buyut Cili, hasile wong mau dikongkon nganakake arak-arakan sak ubenge desa. Insya allah, wong-wong kang lara pada seger maning. Terus wong

Baca : Berkesenian Secara Mandiri Kok Bisa

Info Budaya Indonesia Ibu-ibu anggota Pkk Desa Kemiren juga berpartisipasi dalam prosesi ider bumi (Foto: Eko Wahyuni Rahayu)
Info Budaya Indonesia Ibu-ibu anggota Pkk Desa Kemiren juga berpartisipasi dalam prosesi ider bumi (Foto: Eko Wahyuni Rahayu)

wong mau ana kang pada selametan nyang kuburane Buyut Cili, pada adus nyang kedhung rum, kabeh rakyat uga pada selametan ring lingkungane dhewek-dhewek. Sampek saiki kebiasaan saben lebaran rong dino dianakake arak-arakan barong lan diarani selametan ider bumi. Kala semana sampek saiki selametan ider bumi dadi adat-istiadate wong Kemiren.

Adat-istiadad kang kaya ngono iku wong Kemiren sing wani ninggalaken, krana weluring wong kuna makuna.Wong tani uga sing ninggal nyang selametan sawah lan angklung paglake, kang saiki uga diduduhaken nyang para pengunjung kabeh. Iku wujude selametan ider bumi ring Deso Wisata Using yaiku Desa Kemiren

Dahulu kala di Desa Kemiren banyak rakyat yang diserang wabah penyakit yang disebut blindheng, sehingga bila tidur bergerombol atau berkumpul karena takut diserang wabah tersebut. Pagi sakit sorenya meninggal, dan sore sakit paginya meninggal. Pada waktu itu juga sawah para petani banyak diserang tikus yang datangnya bersamaan dengan penyakit tersebut.

Lantas ada orang tua yang ziarah ke makam Buyut Cili untuk memohon bantuan. Oleh arwah Buyut Cili disuruhnya orang tua tersebut menyelenggarakan arak-arakan melintasi seluruh desa. Insya Allah, orang-orang yang sakit dapat sembuh dan pulih kembali.

Baca : Peradaban Pra-sejarah Ini Masih Jarang Di Ketahui

Kemudian orang-orang ada yang mengadakan selamatan di makam Buyut Cili, ada yang mandi di sungai (kedhung) rum, dan semua rakyat juga mengadakan selamatan di lingkungannya sendiri-sendiri.

Sampai sekarang kebiasaan itu dilakukan setiap hari raya lebaran ke dua yang disebut selamatan ider bumi. Sejak dahulu kala hingga sekarang upacara ider bumi menjadi tradisi masyarakat Kemiren.

Para petani juga tidak berani meninggalkan adat selametan untuk sawahnya dengan menggunakan angklung paglak.

Ada versi lain yang juga berkembang dalam masyarakat Kemiren mengenai upacara ider bumi. Konon dulu ketika sedang berlangsung pertunjukan Seblang dalam rangka upacara ider bumi di Desa Kemiren, penari Seblang yang diperankan oleh Mak Sapua sedang kesurupan (dimasuki roh Buyut Cili) meminta agar pertunjukan Seblang dipindahkan ke Desa Oleh-olehan (Olehsari), sedangkan di Desa Kemiren harus dipentaskan kesenian barong.

Baca : Apa Itu Mitos Buyut Cili Sehingga Dipercaya Di Kemiran

Sejak saat itu hingga kini ada ketentuan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat, bahwa di Desa Kemiren tidak diperkenankan menyelenggarakan pertunjukan seblang, demikian sebaliknya di Desa Olehsari masyarakat merasa tabu untuk menyelenggarakan pertunjukan barong.

Info Budaya Indonesia Prosesi Seblang di Desa bakungan Dalam Peristiwa Selamatan Desa Tahun 2001 (Foto: Eko Wahyuni Rahayu)
Info Budaya Indonesia Prosesi Seblang di Desa bakungan Dalam Peristiwa Selamatan Desa Tahun 2001 (Foto: Eko Wahyuni Rahayu)

Sumber (DK-JATIM) :

  1. Wawancara dengan Ramelan, Saki, dan Serad di Desa Kemiren, juga wawancara dengan Untung warga masyarakat Desa Kemiren, tanggal 17 Desember 2001.
  2. Lilik Serad, “Asal Usul Selametan Ider Bumi” (Brosur dalam upacara Ider Bumi, Kemiren: 12 Desember 2001),
  3. R. Harmanto Bratasiswara, Bauwarna, Adat Tata Cara Jawa (Seri A-M) (Jakarta: Yayasan Surya Sumirat, 2000), 123-124.
  4. Tim Kegiatan Kajian Pusat Penelitian Budaya Madura, Jawa, dan Nusantara bekerjasama dengan BAPPEDA Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, “Profil Seni Budaya di Daerah Tingkat II Kabupaten Banyuwangi”. (Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember, 1997), 129; Lihat juga Hadi Subagyo, “Fungsi Ritual Seblang Pada Masyarakat Olehsari Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur”, Tesis untuk mencapai derajat S-2 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1999, 9.

Untuk Pemasangan Iklan Disini

LEAVE A REPLY