Dalam seni tradisional khas Bima, mereka memiliki tarian khas buja kadanda yang saat ini hampir punah. Namun kini telah mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.
Selain itu juga ada tari perang khas suku bima. Ada lagi tarian kalero yang berasal dari daerah Donggo lama. Kalero adalah tarian dan nyanyian yang berisi ratapan, pujian, pengharapan dan penghormatan terhadap arwah.
Perlombaan balap kuda juga merupakan wujud kesenian lainya dari suku bima, dan Rumah Adat Suku bima adalah panggung, tetapi tidak tau dengan sekarang mungkin sudah tidak semua nya panggung, tapi yang jelas rumah Nusa tenggara barat , Suku bima Adalah panggung.
Adapun bahasa yang digunakan suku Bima adalah Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo. Bahasa ini terdiri atas berbagai dialek, yaitu dialek Bima, Bima Dongo dan Sangiang. Bahasa yang mereka pakai ini termasuk rumpun Bahasa Melayu Polinesia. Dalam dialek bahasanya, mereka sering menggunakan huruf hidup dalam akhiran katanya, jarang menggunakan huruf hidup. Misalnya kata “jangang” diucapkan menjadi “janga”.
Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.
Mereka juga berladang, berburu dan berternak kuda yang berukuran kecil tapi kuat. Orang menyebut kuda tersebut dengan Kuda Liar. Sejak abad ke-14 kuda Bima telah diekspor ke Pulau Jawa. Tahun 1920 daerah Bima telah menjadi tempat pengembangbiakkan kuda yang penting. Mereka memiliki sistem irigasi yang disebut Ponggawa. Para wanita Bima membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan “tembe nggoli” yang terkenal.
[…] Baca : Keragaman Suku Bima dalam Tradisi […]