Di Los Angeles city college, saya (Red : Gilang Ramadhan) baru mengerti jazz Big Band, karena di sekolah itu ada Big Band yang benar-benar dahsyat. Sewaktu saya lihat, yang main ternyata orang-orang tua semua.
Ternyata orang-orang yang profesional memanfaatkan waktu bermain disana. Setiap 3 bulan sekali mereka mengadakan audisi. Guru saya ada dua orang, David Smith dan DR. Simpson.
Baca : Gilang Ramadhan adalah seorang drummer
DR.Simpson adalah orang yang menjadikan saya mengerti soal jazz Big Band. Dia mengatakan sangat berat untuk audisi, karena peserta sangat banyak, tapi yang mereka terima hanya 2 orang saja. Tapi anak melayu tetap anak melayu.
Saya putar otak, bagaimana caranya, karena baca notnya harus gila. Saya diberi tahu kalau main drum itu yang penting groove, keep your time, forget about reading. Waktu itu saya masih belum mengerti maksudnya.
Setelah berpikir lama, saya pergi ke ruangan DR.Simpson, dan melihat ada partitur-partitur Big Band, monday jazz Big Band. Lalu aku (tidak lama kemudian Gilang Ramadhan mengubah ‘saya’ menjadi ‘aku’, karena mungkin suasana jadi lebih santai) pikir, ”wah, gue latih dulu nih.” Beberapa saat, DR.Simpson pergi ke toilet.
Aku ambil partiturnya, aku fotocopy (sesaat kami tertawa lepas bersama). Dasar anak melayu ya, aku fotocopy saja cepat-cepat. Mencuri tapi positif. Setelah di fotocopy, aku kembalikan cepat-cepat, terus aku pelajari dirumah.
Pasti DR.Simpson tahu itu. Begitu audisi, aku cuma mendengar kata “Next! Stop! Next!”. Ketika tiba giliranku audisi, aku pikir, “Nah ini dia.” Aku jadi lebih percaya diri saja. Beberapa saat aku bermain, aku jaga tempo saja.
Setelah itu, mereka berkata,”All of you guys, out! Yang masuk cuma Gilang dan orang itu saja (drummer selain Gilang)”. “Ok, every body, bye!” (Kami tertawa lebih lama karena mendengar momen itu). Pada saat berlatih dengan mereka, aku disodorkan partitur baru yang aku belum pernah lihat.
Baca : Pengaruh Sang Ayah Bagi Gilang Ramadhan
Lalu kami bermain partitur tersebut. Sewaktu coda, melewati beberapa unition, dan mereka berhenti (karena memang sudah selesai), tetapi aku masih terus main drum. Lalu mereka menoleh. Aku baru merasa, “Oh, sudah habis ya (kami tertawa lagi).” Aku ditertawakan oleh mereka. Tapi yang penting aku sudah masuk band mereka. Besoknya aku jadi rajin latihan terus. Tiap 3 bulan mereka tetap mengadakan audisi, tetapi tetap saja mereka memilih aku.
Mereka mencatat, “Gilang is working hard.” Kalau ada nilai yang B plus di sekolah itu, aku tanya, “kok B plus, where is my A?.” Mereka bilang B plus itu sudah gila, tapi aku maunya straight A, karena berpikir dimana salahnya. Ini subjek saya, kecuali pelajaran yang lain, saya kurang peduli. Siswa lainnya mendapat nilai C, B, dan mereka bilang nilai saya itu bagus sekali, tapi aku masih tetap ingin A.
[…] Pengalaman Gilang Ramadhan Saat Belajar Musik […]