Wayang Kulit Gandhu

Pusat kerajinan wayang Kulit Nganjuk terletak di desa Gandu (±5km barat kota Nganjuk). Wayang berbahan baku kulit kambing dan kerbau ini telah mencapai pasar dunia di tahun 1996, dikirim ke Kaledonia Baru dan Perancis.

Wayang Timplong

Kesenian tradisional yang telah ada sejak tahun 1910 dari Dusun Kedung Bajul Desa Jetis, Kecamatan Pace. Wayang ini jumlahnya 100 buah, terbuat dari kayu, baik kayu waru, mentaos, maupun pinus. Dilengkapi Gunungan yang terbuat dari bulu merak dan Golekan yang biasanya terbuat dari kayu bentuknya pipih dan tangannya terbuat dari kulit. Instrumen gamelan yang digunakan sebagai musik pengiring, juga sangat sederhana.
Mengenal budaya Indonesia serta mengenal kearifan lokal, baik seni seperti alat musik, tari-tarian pakaian, seperti masyarakatnya, baik awal mula terbentuknya letak lokasi.
Hanya terdiri dari Gambang yang terbuat dari kayu atau bambu, ketuk kenong, kempul dan kendang. Wayang ciptaan Mbah Boncol ini ceritanya berkisar tentang kerajaan Kediri, Jenggala, Majapahit, dan babat tanah Jawa. Pengrajin dan dalang kesenian wayang yang biasa dipentaskan pada acara Bersih desa/Nyadranan, Ruwatan dan Nadzar kini masih dilestarikan oleh mbah Jikan di desa Jetis, Pace.
Tari Tayub

Tari Tayub merupakan kesenian asli Jawa yang juga merupakan tarian pergaulan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat.
Pada saat menari, sang penari wanita yang disebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut. Penari Tayuban terdiri dari penabuh Gamelan, Sinden dan penari yang biasanya dibawakan oleh wanita.

Tempat pelatihan (padepakan) dan pendidikan bagi penari Tayub ini terletak ±10 km timur kota Nganjuk, tepatnya di desa Sambirejo dusun Ngrajeg kecamatan Tanjung Anom. Padepokan yang memiliki fasilitas : Pendopo, kamar rias, kamar tidur, ruang dalam, tempat pentas, seperangkat Gamelan dan busana tari ini juga menyelenggarakan wisuda penari Tayub.
Wisuda atau upacara kelulusan penyanyi dan penari Tayub ini di adakan setiap 1 Suro (tahun baru Islam dalam penanggalan Jawa) dan dikenal dengan Gembyangan Waranggono
Tari Mungdhe

Tari Mung Dhe adalah tari tradisional yang diciptakan oleh sisa – sisa prajurit pangeran Diponegoro yang menetap di desa Tremas kecamatan Patianrowo. Gerakan tarian yang berasal dari desa Garu, kecamatan Baron, Nganjuk ini menggambarkan perjuangan, yaitu latihan berbaris dan perang.
Tari yang bertemakan kepahlawanan ini melibatkan 14 pemain dengan masing-masing peran diantaranya ; 2 orang sebagai penari/prajurit, 2 orang sebagi pembawa bendera, 2 orang sebagai botoh, 8 orang sebagai penabuh /pengiring.
Dewasa ini tari Mung Dhe sering menjadi tarian pengiring upacara adat, seperti Gembyangan Waranggana Jamasan Pusaka dan juga ditampilkan pada acara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Nganjuk, seperti Pemilihan Duta Wisata, maupun Grebeg Suro.