
InfoBudaya.com – Perahu bercadik atau yang juga dikenal dengan sebutan perahu pinisi merupakan jenis perahu tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan, Indonesia. Nama “perahu pinisi” sendiri berasal dari kata “pinisi” yang dalam bahasa Bugis berarti “panjang”. Perahu ini terkenal karena bentuknya yang elegan dengan layar berbentuk segitiga yang tinggi dan runcing.
Asal mula perahu pinisi ini dapat ditelusuri kembali ke abad ke-14 atau ke-15 di wilayah pesisir Sulawesi Selatan. Perahu ini digunakan oleh suku Bugis dan suku Makassar yang merupakan suku-suku maritim yang mahir dalam berlayar dan perdagangan laut. Mereka membangun perahu pinisi sebagai sarana transportasi dan perdagangan di perairan sekitar Sulawesi dan wilayah Nusantara lainnya.
Baca : Promosi Budaya dan aspek pendidikan pada Festival Tadulako
Pembuatan perahu pinisi dilakukan secara tradisional oleh para ahli perahu yang disebut “petekke'”. Proses pembuatan perahu ini memakan waktu yang cukup lama dan melibatkan kerja keras serta keterampilan tinggi. Perahu pinisi biasanya terbuat dari kayu jati atau kayu ulin yang kuat dan tahan terhadap air laut.

Keistimewaan perahu pinisi terletak pada desainnya yang memungkinkannya melaju dengan cepat dan stabil di tengah laut, bahkan saat angin kencang. Hal ini membuat perahu pinisi menjadi favorit dalam kegiatan pelayaran, seperti perdagangan, penangkapan ikan, dan penjelajahan.
Perahu bercadik atau perahu pinisi memiliki makna yang sangat kuat sebagai simbol budaya Indonesia, terutama bagi suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan. Berikut adalah beberapa simbol budaya yang terkait dengan perahu bercadik:
Kebudayaan Maritim:
Perahu bercadik adalah simbol dari warisan maritim Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan budaya maritim, dan perahu bercadik mewakili keahlian dan tradisi penjelajahan laut orang-orang Indonesia dalam perdagangan, penangkapan ikan, dan menjelajahi perairan Nusantara.
Baca : Mengubah mindset generasi muda tentang Budaya Indonesia
Keindahan dan Elegansi:
Bentuk dan desain perahu bercadik yang elegan dan indah membuatnya menjadi karya seni yang dihargai. Pemilihan material kayu yang kuat dan tahan lama serta dekorasi yang rumit dan detail menunjukkan keindahan dan keterampilan kerajinan tradisional Indonesia.
Kerja Kolektif dan Gotong Royong:
Pembuatan perahu bercadik melibatkan kerja keras dan kerja kolektif. Proses pembuatan perahu ini melibatkan berbagai peran dan keterampilan, termasuk ahli kayu, tukang besi, dan tukang layar. Ini mencerminkan semangat gotong royong dan kerjasama yang erat dalam budaya Indonesia.

Identitas Suku Bugis dan Suku Makassar:
Perahu bercadik memiliki hubungan yang erat dengan suku Bugis dan suku Makassar di Sulawesi Selatan. Perahu ini telah menjadi ciri khas dari dua suku tersebut dan menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka.
Penghargaan UNESCO:
Pada tahun 2017, perahu pinisi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia. Pengakuan ini mengukuhkan nilai budaya dan sejarah perahu bercadik sebagai bagian dari warisan dunia yang harus dijaga dan dilestarikan.
Baca : Warisan Budaya “Sai Bumi Ruwa Jurai” Identitas dan Kebanggaan bagi Lampung
Perahu bercadik, dengan keunikan dan simbolisme budayanya, menjadi salah satu simbol yang kuat dari kekayaan budaya Indonesia. Perahu ini merepresentasikan keahlian, kerjasama, keindahan, dan kebanggaan bangsa dalam warisan maritimnya.